Waspada Budaya Hura-Hura
Menjelang pergantian tahun, banyak yang sibuk ikut ambil bagian dalam perayaan tahun baru. Kalo udah bicara perayaan, pastinya nggak akan jauh dari suasana hura-hura. Itulah tradisi yang tetep lestari dari tahun ke tahun yang dekat dengan dunia remaja. Lantaran kerap menjanjikan kesenangan yang gak ada habisnya. Tanpa sadar, banyak remaja yang terjerumus dalam gaya hidup hedonisme. Apaan tuh?
Hedonisme dan Budaya Hura-hura
Paham hedonisme pertama kali dikembangkan oleh dua orang filsuf Yunani, yaitu Epicurus (341-270 SM) dan Aristippus of Cyrine (435-366 SM). Istilah hedonisme berasal dari bahasa Yunani, yaitu hedone yang artinya kenikmatan, kegembiraan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Hedonisme merupakan pandangan yg menganggap kesenangan dan kenikmatan materi sebagai tujuan utama dalam hidup.
Jadi, kaum hedonis menganggap bahwa orang akan bahagia dengan mencari kebahagiaan sebanyak mungkin dan sedapat mungkin menghindari perasaan-perasaan yang menyakitkan baginya.
Bagi para penganut paham ini, bersenang-senang, pesta-pora, dan pelesiran merupakan tujuan utama hidup. Karena mereka beranggapan hidup ini hanya sekali, mesti dinikmati sampai mentok. Hidup dijalani semaunya demi memenuhi hawa nafsu yang tanpa batas. Pandangan mereka terangkum dalam pandangan Epikuris yang menyatakan,"Bergembiralah engkau hari ini, puaskanlah nafsumu, karena besok engkau akan mati".
Dari gaya hidup hedonisme inilah lahir budaya hura-hura. Kegiatan foya-foya yang menjanjikan kesenangan, kemeriahan dalam keseharian. Budaya ini yang sekarang banyak digandrungi remaja. Dan kalo udah kecanduan gaya hidup hedonis, apa aja bisa dijadikan alasan untuk ngadain pesta pora.
Mulai dari pesta ulang tahun, pesta kenaikan kelas, pesta perpisahan sekolah, pesta tujuh belasan, dan hampir tidak terlewatkan pestaphoria perayaan tahun baru. Perlahan namun pasti, budaya hura-hura telah menggiring remaja untuk menjadi bagian dari kaum hedonis pemuja kesenangan dunia.
Nol Manfaat Full Maksiat
Budaya hedonis memang menjanjikan kesenangan. Namun di balik itu, hidup kita bakal belangsakan. Lantaran hedonisme bisa bikin kita:
Pertama, lemah mental. Doyan pesta pora bisa bikin mental kita lemah saat menghadapi musibah atau kesempitan dalam hidup. Karena yang ada di otak kita hanya kesenangan. Sehingga kita jadi alergi dengan kesedihan, menghalalkan segala cara untuk berpesta, dan nggak berani hadapi masalah.
Ketika pesta usai dan kaki kembali menginjak bumi, ternyata masalah masih ada dan setia nungguin kita. Ya iyalah, karena masalah datang untuk diatasi, bukan dihindari. Kita mesti inget, pesta pora nggak bikin masalah kita beres dan nggak juga membantu kita beresin masalah. Yang ada, masalah kita malah bertambah. Berabe kan?
Kedua, sarang maksiat. Dari awal, budaya hura-hura lahir dari pola hidup masyarakat Barat yang anti dari aturan agama. Apalagi aturan Islam. Nggak heran kalo dalam setia pesta pora, kemaksiatan merajalela. Mulai dari fastabiqul aurat alias berlomba-lomba memamerkan aurat dan daya tarik seksual, campur baur laki perempuan yang bebas tanpa batas, peredaran narkoba dan minuman keras, hingga situasi yang bisa memancing emosi seperti sering terlihat dalam setiap kerusuhan konser musik. Makanya kita mesti jauh-jauh dari tempat pesta pora, biar nggak kecipratan dosa lantaran diem aja di tengah kemaksiatan yang merajalela.
Ketiga, tasyabuh bil kuffar. Perayaan hari-hari besar yang selalu dimeriahkan dengan pesta tak lepas dari muatan ajaran di luar Islam. Seperti perayaan tahun baru Masehi.
Perayaan tahun baru Masehi bukan hari raya umat Islam. Penetapan 1 Januari sebagai tahun baru yang awalnya diresmikan Kaisar Romawi Julius Caesar (tahun 46 SM), diresmikan ulang oleh pemimpin tertinggi Katolik, yaitu Paus Gregorius XII tahun 1582. Penetapan ini kemudian diadopsi oleh hampir seluruh negara Eropa Barat yang Kristen sebelum mereka mengadopsi kalender Gregorian tahun 1752. (www.en.wikipedia.org; www.history.com)
Sebagai muslim, nggak ada pantasnya kita meniru-niru budaya di luar Islam. Kaya perayaan tahun baru itu. Kalo kita ikut-ikutan, sama aja kita membenarkan apa yang diyakini oleh penganut agama lain. Padahal Rasul dengan tegas melarang umatnya untuk meniru-niru budaya atau tradisi agama dan kepercayaan lain. Rasulullah saw. bersabda:
“Barangsiapa yang menyerupai (bertasyabuh) suatu kaum, maka ia termasuk salah seorang dari mereka.” (HR. Abu Dawud, Ahmad, dan ath-Thabrani)
Itulah beberapa bahaya di balik gaya hidup hedonis yang hanya membuat diri dan masa depan kita hancur berantakan. Nggak hanya di dunia, tapi juga di akhirat. Ini sudah cukup beralasan bagi kita untuk katakan tidak pada budaya hura-hura. Setuju?
Catatan Akhir Tahun
Dalam hidup, selalu ada perubahan yang nggak bisa kita hindari. Ada suka ada duka. Ada masa muda ada masa tua. Ada saatnya kita hidup, ada waktunya kita meninggal dunia. Pertanyaannya, siapkah kita menghadapi perubahan itu?
Nggak gampang jawab pertanyaan ini. Karena faktanya, kita lebih banyak mempersiapkan diri untuk memaksimalkan waktu luang, harta berlimpah, dan masa muda untuk bersenang-senang. Sebaliknya, kita sering ngerasa belum siap dan enggan mempersiapkan diri menghadapi kondisi hidup yang sulit.
Kita cuman bisa mengeluh dan ngandelin ortu untuk beresin setiap kesulitan yang dihadapi. Padahal suatu saat, kita akan kehilangan orang tua dan harus hidup mandiri. Lantas, apa yang udah kita siapin menghadapi saat itu? Keterampilan apa yang udah kita asah dari sekarang untuk menjalankan tanggung jawab kita nanti? Amal baik apa yang sudah kita tabung untuk menghadapi hari perhitungan di akhirat nanti?
Kalo kamu perhatiin Pak Tani, nggak mungkin doi memanen padi kalo sebelumnya nggak pernah membajak sawahnya, menanam benih padi, ngasih pupuk, menyiangi, atau menjaganya dari hama padi. Begitu juga yang terjadi dengan kita.
Keberhasilan masa depan kita tidak diperoleh dengan tunai saat kita tua nanti, melainkan hasil usaha ‘cicilan’ kita sejak remaja. Apa pun yang kita kerjain selagi muda, sedikit banyak akan mempengaruhi potret masa depan kita.
Jangan pernah berharap masa depan terbingkai indah jika menjadi aktivis pestaphoria. Dan jangan salahkan orang lain, teman, orang tua, atau lingkungan jika masa depan kita suram. Allah swt mengingatkan kita dalam firman-Nya:
Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya, (QS. Al-Mudatsîr [74]: 38)
Ayat ini juga ngingetin kita tentang masa depan di akherat. Saat dimintai pertanggungjawaban oleh Allah swt, kita nggak bisa berlindung dengan alasan diajak temen untuk ngedugem, clubbing, atau terhanyut dalam pestaphoria. Kita nggak bisa ngeles. Semua resiko perbuatan selama di dunia, kita yang nanggung. Makanya kalo kita cerdas, pastinya nggak akan sia-siakan masa remaja dengan menjadi aktivis pestaphoria. Sabda Rasul:
“orang yang cerdas adalah orang yang mampu menundukkan hawa nafsunya serta biasa beramal untuk bekal kehidupan setelah mati.
Sebaliknya, orang yang lemah adalah orang yang memperturutkan hawa nafsunya, sementara dia berangan-angan kepada Allah”.
Sekarang kita punya alasan kuat untuk nggak ikut-ikutan pesta perayaan tahun baru dan menghapus gaya hidup hedonis dan budaya hura-hura dalam kamus hidup kita.
Pastinya lebih keren kalo kita isi masa muda dengan kegiatan bermanfaat yang selalu terikat syariat dan bisa mencerahkan masa depan kita di dunia dan akherat. Di antaranya, dengan ikut dan aktif dalam pengajian. Yuk! [].
Sumber: Rahmad Taher
Komentari Tulisan Ini
Tulisan Lainnya
Fakta Mengenai Makam Nabi Muhammad SAW
Belum banyak yang tahu kalau makam Nabi Muhammad merupakan makam dengan lapisan segel paling ketat di dunia. Mari kita bahas Nabi Muhammad wafat di rumah Aisyah dan dimakamkan persis
Haruskah kita merayakan Hari Pria Internasional? Sejarah, Kontroversi, dan Maknanya
Setiap Tahun Pada Tanggal 19 November, Hari Pria Internasional (HPI) Dirayakan Di Seluruh Dunia. Banyak orang akan bertanya-tanya mengapa pria perlu merayakan hari kesadaran ke
Hari Pelajar Internasional
Hari Pelajar Internasional diperingati pada tanggal 17 November. Pada hari ini, kita mengenang keberanian ribuan pelajar di Praha yang berjuang demi kebanggaan nasional dan hak atas p
Kisah Juraij, Ahli Ibadah yang Justru Durhaka kepada Ibunya
Kisah Juraij merupakan cerita yang sarat akan pelajaran berharga tentang hubungan antara seorang anak dan orang tuanya. Juraij, seorang ahli ibadah yang hidup pada masa Bani Israil, ter
Kisah Urwah bin Zubair yang Membuat Kita Semakin Tabah Menjalani Hidup
Hisyam, putra Urwah bin Zubair meriwayatkan bahwa pada suatu hari ayahnya pergi mendatangi Al Walid bin Abdil Malik. Ketika sampai di Wadil Qura, dia merasakan rasa nyeri di kakinya. Ke
Al-Khawarizmi: Bapak Matematika Dunia dan Penemu Angka Nol
Muhammad bin Musa Al-Khawarizmi, lahir sekitar tahun 780 M di Khawarizm (sekarang Uzbekistan), adalah salah satu ilmuwan Muslim paling berpengaruh di dunia. Karyanya mencakup bidang mat
Pelajaran dari Luqmanul Hakim kepada Anaknya
Luqmanul Hakim merupakan salah satu sosok yang namanya diabadikan dalam Al-Quran karena kebijaksanaannya yang luar biasa. Ia bukan seorang nabi, namun Allah SWT menganugerahkan kepadany
Di Balik Sosok Khalid bin Walid yang Kebal Terhadap Racun
Khalid bin Walid adalah salah satu tokoh besar dalam sejarah Islam yang dikenal karena kegigihannya di medan perang. Ia diberi julukan Saifullah atau Pedang Allah oleh Nabi Muhammad SAW
Hari Palang Merah Indonesia, 3 September atau 17 September?
Kawula Muda, ada yang bisa bedainnya? Hari Palang Merah Indonesia (PMI) diperingati setiap 3 September. Tapi, enggak hanya 3 September, 17 September juga dirayakan sebagai Hari Pal
Teaching Factory/TEFA
Pembelajaran teaching factory adalah metode pembelajaran berpusat produksi atau jasa yang menyelaraskan pengajaran dan pelatihan (praktek) yang berdasar pada prosedur dan stan